"Ketika aku mencoba mengerti keadaan yang terjadi, aku semakin bingung akan semua hal disekitarku. Setiap aku berusaha menghentikan perasaan takut yang selalu menghantui ini, aku hanya bisa diam dan tak tau apa yang sebenarnya terjadi. Aku tau, waktu telah berlalu terlalu cepat meninggalkan cerita kita berdua. Terlalu jauh untuk kita bersama. Terlalu tinggi angan-angan ini untuk menggapai kebahagiaan yang selalu aku impikan. Salahkah aku bermimpi? Salahkah aku berharap? Haruskah aku hentikan waktuku untuk selalu bermimpi? Salahkah....."
Aku tak lagi seorang bocah lugu yang selalu merengek dan terlihat
manja. Ini aku yang sekarang, berubah. Tak lagi bertampang lugu, dan polos. Tak lagi terlihat lemah dan penakut. Ya, semoga ini lah aku yang selalu tersenyum untukmu.
Aku tidak takut akan kesendirianku yang begitu senyap, menyelubungi celah-celah nafasku. Aku yang selalu terlihat begitu menyedihkan dengan senyuman yang terkadang palsu, terpampang di halaman depan seakan menjadi sampul dari diriku sendiri. Memang hanya aku yang mengerti semua celotehan hati yang selalu bimbang dan terkadang pilu.
Senyuman itu tidak sekedar membutakan ku, buta akan indahnya dunia luar, tanpa lukisan-lukisan wajahmu dilangit-langit kamarku sesaat sebelum aku dapat terlelap dengan tenang.
Pernahkah suatu hari engkau bermimpi? Bersamaku dan menggenngam sehelai daun kering yang tak berarti ketika dirinya terhempas bersama tiupan angin disaat senja beranjak pergi? Apa artinya? Apakah kau menyamakan aku seperti sehelai daun kering itu? Hanya seseorang yang berlalu begitu cepat dan begitu ringannya terhempas dengan jutaan detik yang terlalu hina untuk engkau ingat dalam brangkas memori kecilmu itu?
Haruskah aku rela merasa aku sebagai sehelai daun kering dan usang, yang sedikitpun tidak berarti dan tak ada bedanya dengan puluhan daun yang setiap menitnya gugur dan meninggalkan dahannya sendirian dan akan tergantikan dengan helaian daun baru?
Diamku tak membawa arti yang begitu bermakna dalam setiap nafas yang aku hirup dalam waktu singkatku. Aku mengeluh di dalam diamku, apakah engkau mendengarnya?
Sudahlah, mengapa selalu aku yang kewalahan menghadapi keluh kesah dan pilu hati ku? Harusnya dalam diamku, aku dapat mengerti apa arti merelakan dan bagaimana caranya untuk menghapus usapan jemarimu yang menyisakan luka.Aku dapat saja menyerah tiap aku jatuh dan menangis, namun aku terlalu berharga untuk menjadi seorang pengecut dalam coretan kisah dongeng diary tersiratku ini.Hiasan hati ini mulai aku tata dan aku rapikan dalam timbunan sampah kisah lalu
Tidak ada komentar:
Posting Komentar